Romasa dieng (day ke-6 #30DWC)

  • Terletak di ketinggian kurang lebih 2000 mdpl, Dieng adalah dataran tinggi berpenghuni Tertinggi kedua setelah Tibet. 
    Mencintai Indonesia tak bisa hanya mencintai hamparan kekayaan alamnya saja, namun negeri ini juga memiliki seribu budaya lokal yang mampu menarik hati. Bentang alam yang mampu menarik para hati untuk datang, dipadu dengan keanekaragaman budaya yang mampu menghujam ke hati.


    Budaya lokal yang ada di Indonesia beribu-ribu ragamnya, salah satu yang paling direkomendasikan ialah Dieng Culture Festival. Sebuah pentas melestarikan budaya lokal yang bisa merukunkan dua desa di Dieng. Gotong royong masyarakat Dieng Kulon Banjarnegara dengan masyarakat Dieng Wetan Wonosobo menjadikan festival budaya ini semakin meriah.

    Tau gak sih ? bahwa Dieng Culture Festival 6, perayaan budaya yang dihelat setiap tengah tahun ini mampu menarik hati 20.000 wisatawan domestik maupun luar negeri. Pengalaman yang cukup seru dan unik, apalagi setiap tahun saya berkesempatan untuk mengikuti eventbudaya keren seperti ini. Tahun 2014 DCF masih disediakan Camp Ground, dimana para peserta DCF bermalam dalam tenda-tenda yang sudah disediakan oleh pihak panitia. Gilanya lagi ialah ketika pagi hari kami menemukan bongkahan es yang menyelimuti tenda kami.
    Yah memang DCF selalu diadakan setiap musim kemarau, saat dimana suhu di Dieng mencapai puncaknya. Bisa dipastikan ketika perhelatan DCF ada moment bun upas atau embun upas yang minusnya bisa mencapai minus 2-4 derajat celcius, dan tahun lalu mencapai minus 2 derajat celcius. Brrrrr....

    Tahun lalu Dieng Culture Festival 6, seperti sebelum-sebelumnya yang pasti ditunggu oleh para traveler ialah suguhan Jazz Atas Awan atau masyarakat sekitar sini biasa menyebutnya dengan nama Jazz Kemul Sarung, gimana gak kemulan sarung lah nonton Jazz sambil diselimuti kabut tebal Dieng ak hanya itu, yang paling ditunggu ialah atmosfir romantisnya menerbangkan ribuan lampion ke atas langit. Nerbangin lampion bareng-bareng dipadu dengan kerlap-kerlip bintang dan sesekali ada selipan pertunjukan pentas kembang api yang banyak layaknya moment tahun baru, asli memorable banget deh. Kalo ga mau nyesel seumur hidup, Jangan datang piyambakan Mas Mbak!

    Acara puncak Dieng Culture Festival ialah ritual cukur rambut gimbal. Ritual turun temurun masyarakat setempat untuk memotong rambut gimbal dalam sebuah ritual adat klasik. Ritual ini lazim diadakan ketika anak yang memiliki rambut gimbal akan memotong rambutnya, yang menriknya ritual ini ialah anak tersebut harus dituruti segala permintaannya, kalo tidak rambut gimbal yang sudah dicukur bakal tumbuh gimbal lagi seperti semula. Ada yang minta TV, minta radio, minta kambing, dan lucunya lagi bahkan ada yang minta es lilin! (bisa dibayangkan selugu apa anak anak itu

    Kebetulan, saya berkesempatan bisa menikmati trek pendakian baru yang lumayan di Bukit Pangonan. Bukit di belakang Museum Kailasa ini memiliki landskap yang bisa disebut dengan lembah teletubbies. Hanya bermodal sekitar 2 jam lewat jalur persawahan dan membelah bukit menjadikan Bukit Pangonan pantas untuk dinikmati. Pas disini saya mulai curiga sudah 2 hari DCF kami tak menemukan momen bun upas seperti tahun-tahun sebelumnya, nah disini kami menemukan momen tersebut, hamparan padang rumput yang diselimuti kristal es akibat embun yang membeku. Suhu saat itu mencapai minus 2 derajat celcius, bahkan teman saya ada yang sempat terkena hipotermia.
 
So, yang mau berkunjung ke Dieng dengan moment seperti ini,rekomended bawa jaket dan P3K standar pendakian / jalan-jalan di pegunungan. Tetap keep Safety guys

Comments

Popular Posts