Ketika Tuhan mengintip cinta klandestinku (#30DWC Day ke-10)

  Izinkan aku menulis tanpa engkau ketahui bahwa iramanya tak serumit menyusun puzzle kehidupan, tak hanya engkau, tiap telinga tak akan kuberikan kesempatan untuk untuk mendengar syahdu keterbataanku, bahkan mata tak akan kubiarkan menguliti setiap kalimatnya. Izinkan aku menyampaikan bait-bait dalam irama keterbatasan melalui pesan yang tidak akan pernah terselesaikan.

   Aku tidak ingin menjadi telinga yang selalu siap mendengar setiap kata dari bibirmu dan menyimpannya di memori otakku, aku enggan menjadi sepasang bola mata yang kemudian hanya mampu mengawasi setiap gerak gerikmu dan kita tak kunjung bicara, dalam tatapmu aku menemukan tatapan yang kau sembunyikan dalam lelah, begitu rapi sehingga tak satupun mampu menembusnya. Aku hanya mampu melihat batas keteduhan bersarang begitu pekat dalam tatap, begitu teratur sepaket dengan senyummu yang kau paksa seperti tetesan air dalam kaleng kosong.

Terima kasih, tak banyak rasanya yang mampu kuucap dalam debaran rasa yang mulai tak karuan, bahkan terima kasihpun sulit kubiarkan terlontar begitu saja saat aku hanya mampu melihatmu dalam cahaya yang samar, kuharap Tuhan sedang tidak bercanda denganku saat ini, meski terkadang aku hanya mampu melongo dalam bait wajahmu yang sudah kusketsa. Aku ini hanya mampu menatap dalam redup cahaya, tidak sanggup rasanya memuntahkan seluruh rasa yang tak terkikis ini, aku menunggu dalam gamang ketidakpastian.

Tuhan, andai rasa ini adalah permainan, andai ini hanyalah bumbu kehidupanku mungkin akupun tak mampu menolak setiap getarannya
Tuhan, kunanti setiap detik rahasia yang ingin Kau tunjukkan, aku tak ingin larut tapi matanya memaksaku menatapnya, telingaku kuat mendengar setiap gerakan mulut di luar sana tentangnya

Tuhan, aku kuat dengan segala kekuatan-Mu
Aku hanya mampu menahan setiap erangan dalam hatiku, aku ingin membakar benang dalam syarafnya agar dia tahu ada aku yang terlalu lama menjadi penyulam kehidupannya.

Mataku tak bisa berkedip tatkala kita bersimpuh di hadap-Nya
Merangkai bait suci ijab qabul, aku tidak sedang bermimpi atau mencabut diary klandestinku yang berserakan.

Dan Tuhan,
Seseorang yang kau kirim kali ini adalah desahan yang tak pernah bisa kuutarakan dalam bait hidupku yang melebihi skala waktu.


Comments

  1. berat banget tulisan anak filsafat ckckc

    ReplyDelete
  2. Tulisannya selalu ������

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts