Dear You...

Jangan membuat Tuhan cemburu yah!!!

4.25.2018

Perempuan dan Dunianya (day 25 #30dvw)

Celakalah bagi para pria bila survei ini benar-benar menjadi nyata. Anda ternyata tidak lagi menarik bagi kaum Hawa.

Sebuah studi yang dilakukan Harris Interactive menyimpulkan, perempuan karier menghabiskan waktunya hampir tiga kali lebih banyak bersama komputer daripada suami atau pacar mereka.

Pada survei yang melibatkan 3000 warga AS itu, perusahaan riset kondang di Amerika Serikat ini memaparkan, perempuan rata-rata menghabiskan 9,3 jam per hari bersama komputer mereka dibandingkan 3,6 jam dengan kehidupan pribadi.

Hanya satu dari lima perempuan yang menyebutkan ingin menghabiskan waktunya bersama pasangan ketimbang komputer, meskipun mereka harus mengalami berbagai masalah seperti sakit pergelangan tangan atau stres berkelanjutan.

Hampir dua pertiga perempuan menghabiskan waktunya lebih banyak bersama komputer daripada belanja ataupun bepergian, delapan dari sepuluh responden lebih senang berolahraga, dan empat dari sepuluh responden lebih ingin terlibat bersama keluarga.

Hasil ini merupakan bagian dari fakta bahwa sebagian orang dewasa di Amrik menghabiskan waktunya lebih banyak pada rutinitas kerja ketimbang aktivitas lain. Mereka rata-rata menghabiskan 8,2 jam di dalam kantor ketimbang 7,6 jam untuk tidur 👊👊👊
.

Surga tersembunyi di Banten ( day 24 #30dcw)

Penampakan alam yang indah berupa aliran sungai berwarna hijau yang dibatasi oleh tebing-tebing tinggi dan pepohonan rindang akan kamu nikmati bila datang ke lokasi ini, Namun siapa sangka jika Pangandaran bukan satu-satunya tempat yang punya ikon wisata menarik seperti itu.

Banten yang di kenal hanya memiliki tangerang raya atau serang saja. Sebagai provinsi di Tatar Pasundan, Banten sendiri mempunyai cakupan wilayah yang cukup luas. Dari keluasan wilayahnya itu, kamu jangan heran kalau Banten juga punya banyak destinasi wisata yang nggak cuma Pantai Carita, Anyer dan Karang Bolong.

Banten yang memiliki mantan gubenur si dul anak betawi alias Rano Karno ini nggak kalah dengan provinsi lain yang dianugrahi keindahan alam. Salah satunya Curug atau air terjun yang ada di Pandeglang, Kali ini saya akan membahas kembaran Green Canyon yang letaknya ada di kabupaten Pandeglang, Banten. Yap, kalian belum tahu kan jika Green Canyon punya saudara kembar?
Kita perkenalkan, inilah Curug Putri, Little Green Canyon dari barat Pulau Jawa bukan sekadar air terjun, Curug Putri Tahura Banten punya karakteristik mirip-mirip Green Canyon

Mungkin di bayanganmu yang namanya curug itu ya cuma tebing tinggi dengan aliran air yang jatuh di kolam atau sungai di bawahnya. Tapi Curug Putri Tahura di Pandeglang – Banten ini bukan seperti curug lainnya yang titik keindahannya ada di tebing dengan aliran airnya. Daya tarik curug ini justru ada di sungai dibawahnya. Di mana sungainya mengalir di antara himpitan tebing batu tinggi juga berkelok-kelok.

Jangan membayangkan tempat ini seperti Grojogan Sewu di Karanganyar. Walaupun namanya curug alias air terjun tapi yang paling mendominasi di tempat ini adalah sungainya. Jadi Curug Putri itu adalah air terjun yang mempunyai kolam dan mengalir menjadi sungai

Bersambung...

4.23.2018

Dialog malam (day 23 #30dcw)

Allah itu maha segala-Nya, malam ini saya mencoba berdialog dengan diri sendiri, meruntuhkan tanya yang sudah berdebu di pelipis otak. Sajadahku tidak basah seperti malam-malam kemarin, tapi hatiku gelisah menampung sesak yang tak jelas.

Tiba-tiba saja hati kecilku berbisik, Allah SWT mengetahui isi hati kita, niat dan apapun yang makhluk-Nya perbuat. Apapun itu tanpa terkecuali.

Percayalah bahwa setiap manusia itu punya masalahnya masing-masing, punya kegundahan yang berlipat bahkan kepura-puraan yang abadi. hanya saja tidak semua manusia merasa nyaman memperlihatkan keadaannya yang sebenarnya.

Allah yang Maha Pemurah,dan Penyayang selalu memberikan apa yang kita perlukan, bahkan saat kita bermaksiatpun Allah masih kasi kita rizki, Allah masih kirimkan oksigen, Allah masih izinkan kita bernafas, Bahkan Allah masih berkenan memangil-manggil kita dengan lembutnya, “Wahai hambaku, bertaubatlah…” Betapa Allah sangat mencintai hambanya, betapa signal dari-Nya terkadang kita abaikan, bahkan tersadar tapi berpura-pura lupa.
Lihat, betapa Allah masih sabar dengan segala perbuatan dan perilaku kita, Allah masih memberikan kesempatan… “Kalau kita bermaksiat di siang hari, Allah masih sediakan malam hari untuk bertaubat, kalau kita bermaksiat dimalam hari, Allah masih sediakan siang untuk kita bertaubat, betapa lembut dan besar kasih sayang Allah pada kita”

Allah menutup aib kita, sama dengan kado dari Allah untuk kita. Ketika Allah menutup aib-aib kita, tandanya Allah memberikan hadiah bagi kita, smile emoticon Buktinya? karena memang banyak orang yang tidak diberi hadiah ini, banyak yang ditampakkan aib-aibnya.. •


 Allah menutup aib kita dalam waktu yang lama, setiap manusia bisa jadi berbuat salah. Maka berusahalah keras untuk menutupi aib-aib diri kita secara pribadi dan jangan ikut-ikutan membuka aib siapapun

Kalau auratnya badan (jasad) adalah pakaian, maka auratur-ruh adalah dosa, dan maksiat-maksiat kita. Lantas, siapa yang tega membuka jilbab, atau pakaian saudaranya? Tentu tidak akan ada. Begitulah, menyimpan aib saudara, kita akan melindungi, menjaga aurot ruhnya..
“Seluruh umatku diampuni, kecuali orang yg mujahirin (membuka aibnya)”
-muttafaqun alaihi-

Sehingga perlulah kita untuk ‘nurroqif nafsana’ (mengawasi diri kita), sadar dengan kesalahan dan kelemahan diri kita sehingga kita bisa terus memperbaiki diri.. Akh, Allah... Maafkan saya, seorang hamba yang terkadang melebihi fungsi Tuhan, memiliki ego yang sangat tinggi tanpa perduli dengan akhirat. Jangan pernah lepaskan pelukan ini ya Rabb, biarkan malam menjadi saksi bahwa diri ini begitu kecil dan izinkan hamba mengukir jalan ke arah-Mu dengan benar

Labels: , , ,

4.22.2018

Diam dan Enyahlah (day 22 #30dcw)

letih aku,
dalam rasa yang menerkam
karena aku tahu
rasaku tak mungkin beradu

setiap ku melihatmu
tak bisa ku berhenti
bersajak, berbisik merangkai mimpi
tentangmu yang terus diam
dan segala rasaku yang harus padam !

sebelum kau remukkan hatiku
sebelum kau matikan rasaku
berhenti kau berhentilah
tersenyum di depanku
cukup sudah kau memaksaku menangis

jangan lagi menoreh luka
karna cinta ini menghancurkanku
ku mohon pergi menjauhlah dariku
beri aku waktu
untuk menghapus bayangmu
atau sekedar menyimpan
segenggam cinta darimu
dan membiarkan semua berlalu

derak langkah menjauh
mencuri lirik dalam sunyi
dari perasaan yang mulai jenuh
aku tersisih menepi

terbingkai sorot matamu
mengusik sepi yang mendaki
berlalu tak menyatu
mengering dalam hening

beralun mengharu syahdu
terasa dalam diam
berayun mengganggu
mengadu pesona asmara

gelora berbaur merdu
merajalela tak keruan!
membuat kalbu merenung
tersenyum membungkam

Jakarta, 22 April 2018

4.21.2018

Menjaga Jemari Yang Bukan Milikmu (day 21 #30dcw)

Dear Tuan..
Matamu mungkin masih sangat normal sekarang,  bagaimana jika seminggu kemudian aku menusuknya dengan tusuk sate?  Apa kau masih ingin juga menatapnya sangat lekat seperti sekarang?

Tuan,  mengapa kau begitu peduli padanya,  padahal dia belum tentu bagian dari rusukmu?  Bukankah ada aku disini yang selalu mendoakanmu tanpa mengetahui wujudmu seperti apa

Tuan,  mungkin ramadan kali ini kita belum bersama,  tapi kumohon jangan meracuniku dengan luka,  dengan rayu yang membuat siapa saja bisa menghampirimu

Tuan,  bagaimana jika aku melaporkan prihal ini kepada Tuhan?  seepertinya kau sedang bermain main dengan sesuatu yang sakral, kau anggap apa setiap doa dan namamu dalam perbincanganku dengan Tuhan?

Seperti apa rasanya melindungi jemari yang bukan menjadi milikmu tuan?  Apa kau tak bisa melebarkan sabar lebih luas lagi di dirimu?

Tuhan,  aku berharap ramadan tahun ini penuh dengan kesabaran dan semoga saja tuan mampu menjaga segalanya tanpa harus meluka.

Makrifat Kerinduan (day 20 #dcw)

Bayangkan…
Betapa hebatnya bila setiap komponen tubuh manusia dapat berzikir kepada Allah
Bayangkan,  bila alam turut serta mengaminkan setiap doa dan harap
Dari mulai kaki sampai pucuk rambut kepala
Nama Allah telah termaktub dalam setiap zikir ke semua anggota tubuh
Setiap hembusan angin,  kicauan burung dan signal dari langit
Sempurna…

Semoga bisa untuk selamanya nan abadi di dalam tubuh kita
Semoga bisa melafadzan setiap detik asma-Nya
Kita tak menginginkan hilang
Ya Robb I Love You
Ma’afkan aku bila terlalu lancang mengatakan hal itu
Karena aku masih punya dosa yang tak tahu batasnya
Mungkin sebesar gunung itu
Aku sungguh-sungguh mencintai-Mu Ya Allah

Mungkin raga ini tertatih menuju-Mu
Dosaku berhamburan sementara pintaku berserakan di mana-mana
Rabb... Mungkin jalanku tak semulus mereka tapi ijinkan hamba lebur dalam peluk-Mu

Hati ini kering,  tandus akan nafsuh dunia,  serakah akan kemewahan dan selalu saja mempunyai alasan mengabaikan semua surat surat-Mu
Bukan karena waktu ya rabb,  tapi hati ini terkadang lupa ketika bahagia,  ketika tawa lebih dahulu memelukku ketimbang bersyukur

Entahlah... Angin apa yang sudah kuciptakan,  aku menangis sejadi jadinya ketika kecewa menerpaku,  aku membanjiri sajadah dan berharap Kau menolongku.  Dzikirpun tak pernah lepas dari mulutku,  terkadang aku merasa orang yang paling terpuruk di dunia.

Ya Rabb... Lewat angin malam dan semesta,  ijinkan aku kembali kepada-Mu,  tuntunlah hamba agar tak menjadi serakah dan lupa akan diri.
Menghiasi rindu dengan hidupnya jiwa yang menyandra
Menyandra dalam penjara Allah
Bercinta di dalam hakikat alam malakut
Mencebur nan menyelam ke dalam samudra ma’rifat terhadap-Nya
Lantunan sufi masa kini
Membuahkan imajenasi
Mencari dan merayap menuju Ya Ilahi..

4.19.2018

Pendosa Yang Lupa Jalan Pulang (day 19 #30dcw)

Anggap saja malam kali ini berlalu begitu saja,  datang terlalu lama dan pergi begitu saja tanpa menyisakkan apa apa

Duhai hati,  rintihanmu kali ini menjelma dalam wujud subuh. Tubuhku lunglai tak terjamah,  jiwaku seakan terbang tak berjejak

Tuhan, maaf untuk waktu yang berlalu begitu saja
Aku lupa menggores pelangi
Tangisku masih tertahan bersama sesak di kerongkongan

Rebahkan aku dalam dzikir bercampur penyesalan di subuh ini Tuhan
Biarkan aku menutup segala pintu keresahan dan kesiasiaan 😐

Dariku,
Pendosa yang rindu akan jalan pulang

4.18.2018

Kehadiranmu (day 18 #30dcw)

Sampai mata ini enggan terlelap dalam rayuan mimpi, aku masih saja berharap bisa mendengar bisik lembutmu
Mengusik sepi
Mebelusup tiba-tiba tanpa permisi

Meski lelahku telah menembus batas kantuk
Tak jua bisa kutepikan kangenku walau sekejap
Merama rama di langit kamar
Mengundang bayangmu untuk hadir, lagi

Lagi dan hadir lagi

4.17.2018

Zona Nyaman yang tak Nyaman (day 17 #30dcw)


ada yang berdetak setiap terdengar namamu disebut.
ada yang bergetar ketika ku lihat wajahmu.
ada yang berhenti setiap membayangkan bagaimana bila jauh darimu.
aku
Sesederhana ini kah dapat merasakan bahagia?
Bahagia berada disampingmu. Melihatmu tersenyum, tertawa, cemberut. Bagaimana wajahmu saat tertidur, baru bangun tidur, saat merasa bersalah, saat lelah. Bahagia melihat sikapmu yang out of control haha. Bagaimana caramu berjalan, berbicara, menatap. Aroma mu, dan semua yang ada pada dirimu.
Terima kasih sudah selama ini berada disampingku. Menerima segala kekuranganku, sikap dan sifat ku, dan segala keterbatasan yang aku punya. Tuntunlah aku selalu untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Terima kasih untuk sesulit ini bertahan menyayangiku..
aku


dan, detik ini aku melangkah, meninggalkan zona nyaman yang akhirnya aku menyerah dengan rasa
mungkin,..
kelak, aku akan merindukan masa di mana kita menghabiskan malam
menertawakan tawa yang berakhir rindu
memaksamu mengakui untuk menyayangiku
membagi butiran salju yang pernah singgah akhir akhir ini di mataku

akh, tak perlu kujabarkan seperti apa keputusan ini kuambil
kau tahu, kau begitu istimewa

4.16.2018

Tersadar (day 16 #30dcw)

Kita sudah menyiapkan perlengkapan, bekal, segala macam aksesoris dan mengumpulkan tenaga untuk berlari. kita percaya bahwa kita punya standar masing masing dan siap berlari kemudian sampai di garis finish dengan senyum kemenangan.

Kita percaya, di belakangku atau dibelakangmu pasti ada yang mengikuti,membuntuti, kerikil tajam, jalan yang lurus, tikungan  ntah mendahului sampai di finish, menyenggol atau memaksa kita untuk berhenti berlari.

Kita yakin, kita bisa berlari
lebih kencang dari mereka, hingga kita tersadar tak ada yang mengejar, yang ada hanya sendiri dan terpisah

Iya,
Sendiri
Dan
Terpisah

Jakarta, 16 April 2018

4.15.2018

Bandung dalam kenangan (day 15 #30dcw)

Bandung kini semakin romantis bersama gerimis pagi itu. tak perduli dengan jalanan basah, udara menusuk ke sel sel tubuh ataupun hantaman permasalahan hidup yang tak kunjung reda.

Kursi-kursi seolah tersenyum, langit mengaminkan setiap doa yang terlontar dan alam seakan memanggil untuk diajak berbincang.

Ada romansa pada setiap jalanannya, kulinernya membuat perut tersenyum tanpa mengempeskan dompet
Lalu, kapan kita berbincang tentang masa depan kita di kota ini?

Oh iya, jangan sampai kerjaan mengganggu liburan ya apalagi ada orang lain di antara kita ~Ehhh

4.14.2018

Sulut Api Bakar Diri Sendiri (day 14 #30dcw)

Lempar isu
Ketidaktahuan berpura sepenuhnya paham
Lampaui nyata agar dikira benar
Lupakan realita biar asumsi menguat

Untuk apa?
Tak usah lagak tahu
Bila tak sedikit pun paham
Diam saja tak usah bakar sumbu
Toh, ujung sumbu ada di telapak kakimu
Nanti akan bakar dirimu sendiri karena gesekan korekmu

Tempat tidur, 14 April 2016

4.13.2018

Akh, kamu ... (day 13 #30dcw)


Langkahku tertatih
Ada yang melingkar manis dalam bahasa yang salah-kaprah.
Aku dengan segala titik-koma dalam paragraf singkat yang terurai begitu panjang

Melalui bibir yang terhalang gelap. Aku dengan suara-suara lain yang menyelinap lewat celah telingaku yang lain, atau aku dengan sengal napas yang terdengar begitu nyaring.

Kau tahu sudah berapa lama aku tidak merasakan sakit singgah lalu menetap dan lama-lama mengendap?
Kau tahu sudah berapa lama aku tidak merasakan apa yang kau berikan padaku saat ini,
kau tahu….

Aku bahkan hampir lupa seperti apa rasanya galau, menanti pesanmu, melihatmu bercengkrama dengan yang lain, sampai akhirnya aku di titik depan pintu hatimu
Masuk atau berdiam diri saja?

Bisa kau jelaskan, mengapa kau begitu mudah membuat perasaanku kacau?
Aku takut rentetan kejadian yang tak terduga justru jadi katastrofe.

Pernyataan rasa yang tak selaras dengan bicara. Apa ada cara lain untuk mencintaimu selain dengan menunggu? Kau biarkan jam dinding berdentang sampai fajar menjelang, dan mataku masih juga belum bisa terpejam. Menimang-nimang bayangmu yang terekam dalam benakku. Lalu sebagian hatiku yang lain berpretensi. Agaknya, aku mulai getas, merentik selira seperti semara.

 Ah, apa iya?

...

4.11.2018

Jangan diam saja, beritahu aku (day 12 #30dcw)

Hingga mata dan hati mempensiunkan namamu

Jangan berbaik hati padaku, aku tak pandai berintuisi soal rasa yang mencuat-cuat kalang-kabut. Siapa kamu, berani-beraninya singgah dalam mimpiku. Bila cintaku padanya tak sempurna, aku tak berharap kamu melengkapinya. Berhentilah di tempatmu berdiri, jangan menjejakiku lagi. Aku bisa mengatasi kesakitanku sendiri.

Dan bagaimana bisa kau membiarkan aku dicintai lelaki lain di tempat yang tidak kauketahui?

Kalau begitu, bukankah lebih baik aku bersamanya saja, Sayang? Ia melindungiku dari tangis yang mengiris-iris. Ia paham betul bagaimana caranya membuat tawaku jadi begitu renyah. Ia menjagaku dengan kepastian sedang kau masih juga betah memberiku keraguan. Bayang-bayang akan sebuah rencana kepergian. Jangan diam saja, beritahu aku, pantaskah aku bertahan atau memang jauh lebih baik kutinggalkan? Kau ingin aku berlaku seperti apa, Sayang?

Elegi kita (day 11 #30dcw)

Sayang, mungkin aksara atau signal yang kukirim malam ini terputus di perbatasaan cinta

Bila tak pernah kau buat aku percaya, sanggupkah aku terus meluka? Tanpa air mata


Bila segala lakuku sia-sia, bisakah aku terus menjaga? Tanpa harus merasa kurang

Bila aku bukan satu-satunya, mampukah aku bersetia? Meski kabarmu mendadak hilang

Bila saja aku bukan siapa-siapa, untuk apa ada kita?

Bila bukan aku tujuanmu, pergilah temui yang baru, yang memenuhimu.


Elegi kita (day 11 #30dcw)


Sayang, mungkin aksara atau signal yang kukirim malam ini terputus di perbatasaan cinta

Bila tak pernah kau buat aku percaya, sanggupkah aku terus meluka? Tanpa air mata


Bila segala lakuku sia-sia, bisakah aku terus menjaga? Tanpa harus merasa kurang


Bila aku bukan satu-satunya, mampukah aku bersetia? Meski kabarmu mendadak hilang


Bila saja aku bukan siapa-siapa, untuk apa ada kita?


Bila bukan aku tujuanmu, pergilah temui yang baru, yang memenuhimu.


Sayang, jangan bertahan jika bukan aku yang kau tuju!


4.09.2018

sedingin salju (day 9 #30dcw)

Tanganmu dingin meremas jemari ini. Sedingin salju yang menutupi pohon plum yang berbunga di awal Januari. Sedingin hawa kematian yang berhembus leluasa di kamar jenazah. Sedingin, ah sedingin jiwa kita. Tanpa perlu kata-kata, kita berdua tahu untuk apa kita bersua. Disini, dipinggir pantai dengan hamparan pasir putih engkau menggenggam ruas-ruas jariku kuat, seolah menyatakan keenganan untuk berpisah. Tak ada aksara. Apalagi belai manja. Hanya debur ombak bermain dengan camar saja. Ironis, di depan elok semburat jingga mentari, kita diam dalam pikiran dan luka yang menyayat rasa.

“Ia mulai curiga. Sering ia mengecek ponselku diam-diam,” kataku memecah sepi. Kamu bergeming, hanya merapatkan pelukmu di pinggulku. Tak ayal kusenderkan kepalaku di pundak, mencari kehangatan. Ah bukan, tepatnya berusaha mencari perlindungan dari rasa gentar juga gelisah yang makin meraja.

“Mungkinkah ini waktu bagi kita tuk berpisah?” tanyamu tanpa berani menatapku. Dan aku diam tergugu, sebuah pertanyaan pahit dengan kadar kebenaran. Ada pedih didalam hatiku. Ada hati yang teriris-iris mendengar kata-katanya. Perih. Aku menutup telingaku, tak mau mendengarnya bicara lagi. Oh, duhai Lelaki.. Tolong… Tolonglah aku. Kumohon berhentilah bicara.

“Ku harap hidupmu bahagia dengan atau tanpaku,” bisikmu lirih ditelinga, Kata-katamu bagai pisau tajam yang merobek jantung. Ingin rasanya kutampar saja bibirmu namun kulihat dadamu turun naik. Susah payah berusaha menghirup oksigen banyak-banyak untuk mengisi rongga paru, tanda kau pun mulai tak mampu mengontrol rasa yang mengharu biru. Situasi yang sungguh aku benci, terluka oleh Lelakiku yang dengan topengnya berusaha kuat padahal sisi dalam hatinya mungkin sudah hancur berkeping-keping juga.

Lirih katamu tadi kusambut dengan titik air menggantung di sudut mata. Bagaimana mungkin aku tidak menangis? Siapakah yang mampu berpisah denganmu wahai Lelaki. Engkau yang menghias malam-malamku dengan lelucon jenaka, yang menyapaku di pagi hari dengan pesan-pesan puitis nan romantis, yang menemani hari-hariku dengan segala rengekan manja juga polah merajuk yang gila. Lelaki lain mungkin sudah menyerah menghadapiku, namun kamu tidak. Kamu terus ada, sabar juga setia. Setia jadi tempatku berkeluh kesah, setia meyakinkanku bahwa rasa itu nyata dan terus bertumbuh. Dan sekarang? Setelah kita berdua sedemikian yakin akan rasa ini, realita menampar rasa. Menghempaskan mimpi kembali ke bumi.

Semenjak hari itu, semenjak sore kelabu itu, kulalui setiap detik waktu dengan sengsara menahan rindu, teringat belai kasihmu. Dengan tatapan kosong memandang kotak ajaib di ruang tamu padahal pikiran ini melayang jauh pada memori kencan-kencan rahasia kita. Dengan isak yang tertahan diujung kamar terbayang kau memarahiku dengan gayamu yang seolah tak perduli. Dengan kuah sayur yang berlebih takaran asinnya karena terngiang semua kata-kata gombalmu. Rayuan sampah yang sesungguhnya mampu menggetarkan sukmaku. Dan hari-hariku pun kelabu. Tak ada warna disitu, karena tak ada kamu. Aku ini bagai mayat hidup yang berusaha menjalani hari. Yang tersisa hanya raga padahal jiwa dan roh sudah melayang meminta bersamamu jika bisa.

bagaimana aku bisa bahagia tanpamu disini

buatmu yang telah pergi dengan sejuta asa dan pilihan,semoga semakin mendewasakan kita

4.08.2018

Tanya (day 8 #30dcw)

Ingin aku bertanya
kemana perginya cinta
yang dulu pernah meraja
dengan begitu bersahaja?

Ingin aku bertanya:
apakah saat keputusan itu akhirnya
mengakhiri semua
cinta itu sudah tiada?

Ingin aku bertanya:
bagaimana hatimu merasa
saat aku berada,
menunggumu menyapa?

Ingin aku bertanya:
apakah kau masih sama
masih ingin menjaga
walau tanpa rasa cinta?

Ingin aku bertanya:
kemana perginya cinta
telah pergi dan sirna
atau terkubur semata?

Ingin aku bertanya,
tapi tak tahu bagaimana caranya…

4.07.2018

Tuhan Lebih Tahu (day 7 #30dcw)

Aku selalu percaya semua yang indah tak pernah bisa didapat dengan mudah.  

Semua yang berarti, menuntut untuk korbankan diri. Kita, pergi ke arah yang berlawanan, bukan untuk menjunjung sebuah perpisahan apalagi perpecahan. Kita hanya sedang memantaskan diri. Kita harus mencoba mengarungi belantara sendiri. Menghadapi masalah yang rumit dengan kemampuan diri.
Bersamamu, segalanya terasa lebih mudah. Pasti.

Namun aku selalu ingat apa yang hidup ajarkan, yang selalu ayah katakan,
Kita tak bisa selalu mendapatkan apa yang kita mau di waktu yang kita inginkan. Tuhan lebih tahu. Doamu bukan tidak dikabulkan, hanya saja digantikan dengan yang lebih indah, atau disimpan sampai waktu yang lebih indah.”

Aku selalu percaya waktu itu akan datang. Waktu di mana kita menghadapi kerasnya dunia bersama. Waktu di mana kita bisa menari di bawah hujan bukannya menunggu badai reda. Waktu di mana aku merasa baik-baik saja ketika genggam tanganmu ada.

Layaknya sebuah mutiara, aku harus menyelam lebih dalam untuk mendapatkan keindahannya. Maka aku mengerti. Selagi aku terus ditempa dunia, aku tetap harus percaya bahwa Tuhan melihat setiap usaha.

Tuhan, ini aku!

4.06.2018

Friksi debaran (day 6 #30dcw)

Gesekan hati kecil meminta sabar, Desakan dalam dada, katanya ingin cinta pergi saja. Tapi rupanya bagi hati, cinta adalah bonanza.

Kali ini aku takut kau berlari apa yang belum boleh kuinjak. Aku takut perasaan yang memenuhi ruang di jiwa ternyata semu, galat semata. Padahal serebrum sudah mati-matian mengatrisi perasaan yang mulai agitasi. Konvensi yang tak pernah jadi kesepakatan antara kau dan aku, ternyata bertemu dalam ekamatra.

Ah, ramai sekali di sudut hati menjabarkan esensi. Mengelaborasi satuan rasa yang membelah diri. Apa tidak salah menyerahkan naluri pada intuisi yang belum tentu tepat bidik? Apa pantas membiarkannya terus berkeliaran? Sedang aku tahu betul ada yang sedang membelungsing. Tak henti menginsinuasi gerak hati.

4.04.2018

Jatuh Cinta Sendiri (day 5 #30dcw)


Jika rindu beraroma mistis, mungkin aku tengah mencumbumu malam ini

Ada jatuh yang tak pernah kuduga-duga, hingga sebuah tanya muncul dalam benak; mengapa kamu? 
Ada rindu yang diam diam menyusup, hingga sebuah mantra harus kurapal
Mengapa pada seseorang yang dapat kuketahui dengan pasti, bahwa akhirnya adalah tidak mungkin?
Ada rasa yang datang tanpa diundang, hingga tanpa sadar kuletakkan namamu pada urutan paling pertama dalam segala hal.
Ada cinta yang sampai kini masih kusangkal. Sebab, memberi hati kepadamu tak pernah sebelumnya terpikirkan.

Kata orang, jatuh cinta itu indah, tak perlu di paksa apalagi memaksa. Jatuh cinta ya jatuh cinta saja, tanpa harus mengiyakan segala maunya hati, tanpa harus merealisasikan segala khayalan menjadi nyata, bak putri dii dalam dongeng.

Semanis apapun jatuh cinta tetap memiliki duri yang tajam, berusaha menghindarinya mungkin akan terluka juga. Betapapun sudah berhati-hati, selalu saja ada jalannya jika memang harus terjadi. Sementara hati sebetulnya sudah lelah terjatuh sendirian, tapi Tuhan mendatangkan kamu di hadapan. Kali ini entah sebagai jawaban, entah sebagai penambah pertanyaan, entah sebagai pemberi pelajaran.

Jadi, mau dibawa ke mana hatiku yang ada dalam genggammu itu?
Haruskah aku menujumu, perjuangkan kamu lebih jauh? Atau kembali saja pada titik mula—cukup jadi pendamba?

Pertanyaan yang akhirnya harus ku jawab sendiri!




Labels: , , ,

Mengundang Tuhan (day 4 #30dcw)

Kubiarkan hujan membasahi rambutmu
Kubiarkan api membakar hati yang mengisyaratkan cemburu
Tiba-tiba saja menjelma lautan
Entah rambut atau hati yang lebih dahulu basah

Meski hanya semu
Api cinta yang mengantarku ke bumi
Jauh dari langit
Tempat ternyaman menenangkan diri

Meski raga tersayat sembilu
Kau yang datang di waktu subuh
Mengantar pelita lalu merampas hatiku bersama badai

Jangan bikin cintaku nanar cemburu
Memburu peluru
Sekujur tubuh yang telah terbujur
Aku, lemah

Tuhan, hadirlah sekarang
Beri alasan tentang lautan
Tentang mata yang melihat nyata
Tentang hati yang perasa

Dan, lebur aku dalam hujan bersama rambutmu yang mulai kuyup!

Jakarta, 4 April 2018

4.02.2018

Penjinak Jarak (day 3 #30dcw)

Ternyata para pujangga itu benar, kekhusukan cinta dirasa ketika kepergian adalah jarak di antaranya.
Melemah karena signal tak terjangkau
Merenggangkan tubuh, melangitkan doa. Meluaskan tatap, menyempitkan harap.

Lalu benar mengapa kau disebut-sebut sebagai penjinak jarak yang romantis. Sebab sesakmu tetap dirindukan, yang tiba-tiba menghilang menjadi rangga dan muncul sebagai jodoh

Kapan kita bisa saling memecah rindu? Merengkuh bait puisi yang gelisahnya didekap doa, yang air matanya justru menjadi cinta bagi bola mata berjarak

Kapan kita kembali menghitung bintang dini hari? Mengucap tasbih pada “Tuhan” yang sama. Pada rindu yang akhirnya jatuh dengan sempurna

Kutunggu, dengan tabah.

Sudut rindu, 3 april 2018

Labels:

Pulang (day 2 #30dcw)

Api yang bernama tuan
Tak mungkin padam begitu saja
Apalagi, aku yang memadamkannya
Maka,
Kubiarkan ia menjilat hatiku
Membakar tempat yang pernah ia sebut rumah ternyaman.

:Empedu saja rasa amis dari segala perbuatan
Lubangi saja hatiku dengan janjimu
Congkel nafasku agar kau tahu rasanya menahan sesak di kerongkongan

Dunia kita, dunia yang apa adanya
Tak perlu menahan gengsi apalagi ambisi
Lalu mau apa lagi, bagaimana lagi?

Sebelum tuan pergi, ia mencium keningku
Pipi kiri dan kananku merekah bak tomat bekas ciuman

Mataku terbuka
Jalanan menujumu kurasa begitu sulit kujangkau
:nanti malam datang ke mimpiku ya ayah

Kelak, orang akan mengerti
Bahwa rinduku padamu tak akan padam meski alinea telat tamat ku cerca.

Kita Hanya Berbeda (day 1 #30dcw)


Akh, kamu yang gila malah teriak gila

Aku menari di tengah kerumunan orang, memakai jaket di siang bolong dan suka berbicara dengan kucing dengan jarak yang tidak begitu jauh karena sesungguhnya aku takut sama kucing.
Aku sering berbicara pada langit saat rindu menghampiriku, aku mengutuk langkah kaki yang merusak dinding peristirahatan orang-orang.

Kata mereka aku gila, karena hal aneh selalu memelukku dan aku berbeda kata mereka.

Orang gila itu menyebut aku gila
Lalu, siapa sebenarnya yang gila?

Tapi mengapa hanya kata 'gila' yang terucap keluar dari bibir mereka ? Mengapa tidak ada yang mau sedikit bersusah-susah bertanya 'kenapa' ?

Demikian mereka memandang aku, tapi aku yakin orang yang ramai-ramai menyesengsarakan rakyat, merekalah yang harusnya disebut orang gila, mereka yang duduk di cafe atau membuang uang ke pelacur-pelacur itu sementara didepannya ada orang yang merintih kelaparan, merekalah yang seharusnya dikatakan gila. Mereka yang mengambil lahan tempat tinggal kami dan membiarkan kami mati dengan perlahan, merekalah yang paling gila....

Tapi tolong, jangan sebut aku orang gila hanya karena kamu menganggap diri kamu sempurna dan kita berbeda

Sudut langit, 2 april 2018

Labels: